Monday, 18 May 2015

About AFS (Part 2)

     So, setelah gue lolos tahap 1 AFS, gue mulai sibuk buat nyiapin berbagai macam dokumen yang diminta oleh Bina Antarbudaya agar bisa lanjut ke tahap 2. Nih listnya:



     Beberapa emang susah banget buat dicari, kayak misalnya map Diamond warna biru-_-. Dulu juga agak kesusahan buat legalisir dokumen-dokumen SMP, karena waktu itu SMP gue ada libur panjang gitu. Dan surat-surat rekomendasi pun gue dapetin dengan penuh perjuangan. Untuk rekomendasi dari lingkungan sekolah, gue minta ke bu Rida (guru Bahasa Inggris), who was really professional in doing some scholarship stuff. Surat rekomendasi lingkungan organisasi gue mintanya ke ketua fans club DEPAPEPE Malang, Mas Mego, soalnya dia anak FISIP, jadi sepertinya pintar untuk menulis dengan penuh gombalan, secara dia anak jurusan politik. Tapi, hidup butuh perjuangan, men. Gue kudu menembus hujan badai, minta dispensasi buat ngurus ini itu, etc-_- Puji Tuhan semuanya selesai tepat waktu, dan bisa gue antar ke kantor sebelum tes dimulai.

     D-day! 25 Mei 2013. Bertempatkan di STIE Malang Kucecwara lagi kayak tes tahap 1. Gue datang dengan penuh persiapan dan senyum yang lebar. Nggak lupa sarapan dulu sebelumnya biar nggak keliatan lembek(?) pas wawancara. Gue udah nyiapin beberapa jawaban untuk pertanyaan yang biasanya muncul di wawancara-wawancara beasiswa lainnya. Bahkan, gue udah simulasi wawancara sama bu Rida. Gue cari-cari cerita pengalaman peserta tahun-tahun sebelumnya dari Google.

     I am ready! Awalnya, peserta-peserta ini dibagi jadi beberapa ruangan. Gue seruangan sama dua temen satu sekolah gue, jadi bisa ngobrol-ngobrol asik sambil nunggu giliran di wawancara. Waktu itu, gue dapet giliran tengah-tengah, jadi nggak terlalu sore dan kulu-kulu wajahnya. Gue masuk ke ruangan wawancara bahasa Indonesia. Di dalam ruangan itu, ada dua peserta lain yang sedang asik(?) diwawancara. Mataku tertuju kepada dua orang wanita duduk dengan anggunnya di pojok ruangan, terlihat sedang menunggu kedatangan seorang peserta ganteng kayak gue *kibasrambut. Gue dekatin dengan senyum termanis yang pernah kusunggingkan hahaha. It started with a handshake between me and the interviewer, and I said, “Selamat pagi, Bu”. Menit-menit pertama duduk emang nervous, tapi berkat senyum terus, bisa rileks dan jawab dengan lancar. Awalnya sih ditanya tentang kepribadian, trus nglantur-nglantur ke world issues dan pandangan gue terhadap negara yang gue inginkan. Jawablah semua pertanyaan dengan jujur. Kalo emang gak seneng politik, ya jangan ngomong tentang korupsi, pemerintah, dll. Kalo emang suka sama interviewernya, ya confess aja langsung *abaikan. Wawancara berakhir dengan sukses tanpa kesulitan yang sangat berarti. Interviewernya juga asik, jadi wawancaranya juga diselingi bercanda gitu.

     Lanjut ke interview bahasa Inggris. Di ruangan ini, gue melihat ada tiga wanita cakep yang lagi-lagi terlihat sedang menunggu kedatangan peserta keren kayak gue *benerinsarung. Belajar dari interview sebelumnya, gue senyum biar nggak nervous. And it worked again! Bahasa Inggris yang digunakan nggak susah-susah amat kok. Mereka cuma pingin tau seberapa kemampuan Bahasa Inggris para peserta untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Materi yang ditanyakan juga hampir sama dengan wawancara sebelumnya, kayak kepribadian, negara yang dituju, problem solving, etc. Di wawancara ini, gue sedikit show-off dengan ngomong “I can sing a traditional Javanese song, named Tembang Durma.”, karena gue pikir program ini kan bertujuan untuk belajar kebudayaan, jadi gue harus nunjukin ketertarikan dan pengetahuan gue tentang kebudayaan Indonesia. Masa ntar jadi duta dari Indonesia tapi nggak ngerti apa-apa tentang budayanya? Kebetulan, gue emang ikut sanggar gamelan gitu. Maka, gue pun bernyanyi dengan amat confident, dan terlihat beberapa tetes darah mengalir dari kuping ketiga pewawancara. Interviewersnya asik-asik dan mirip dengan wawancara yang pertama, banyak bercandanya. Ada satu pertanyaan yang waktu itu bikin gue susah jawab dan agak awkward: “If you manage to get accepted in this scholarship, indeed you will live in another country for 11 months. It will be possible for you to have a crush with a girl there. How will you overcome this problem? Will you date that girl”. Kata pertama yang keluar dari mulut gue adalah: Hmmmm. Lalu ketawa dengan awkward. Beberapa detik kemudian, gue jawab dengan hasil pemikiran gue yang paling jenius selama beberapa tahun terakhir: “Well, I don’t think so. I prefer Indonesian girls because they are much cuter than other countries’.” (sambil menatap pewawancara dengan menggoda) dan berhasil bikin mereka ketawa lama banget. Hahahaha.

     Yes! Everything worked so perfect. Wawancara berakhir dan gue pulang ke rumah dengan lega. Pokoknya, ketika wawancara harus rileks. Usahakan senyum dan tetap sopan. Duduk yang tegak, gunakan pakaian yang nyaman biar nggak gerah. Dan yang paling penting: Jujur:>


     Beberapa minggu kemudian, I checked Bina Antarbudaya’s blogspot and found my name in the list (again!):



P.S: I will be an observer in this year's English interview test. You can find me if you are lucky enough!:p